PERKEMBANGAN
EMOSI DAN SOSIAL ANAK SEKOLAH DASAR
Study
kasus “Anak Pemalu Dan Kurang Percaya Diri”
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah
Pengenalan
Peserta Didik
Dosen
Pengampu
Diah Utaminingsih, S.Psi, M.A, Psi
Oleh
Anggra
Septa Aditya Putra (1443053006)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR
LAMPUNG
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena pada akhirnya makalah berjudul “Perkembangan
Emosi dan Sosial Anak Sekolah Dasar dengan studi kasus Anak Pemalu Dan Kurang
Percaya diri ini selesai tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengenalan Peserta Didik oleh Diah
Utaminingsih, S.Psi, M.A, Psi.
Dalam
kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Allah
SWT, tanpa adanya kehendak dan ridho-Nya makalah ini tidak mungkin dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
2.
Orang
tua, kakak, adik, dan keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang, doa
dan motivasinya.
3.
Ibu Diah
Utaminingsih, S.Psi, M.A, Psi,
selaku dosen Mata Kuliah Pengenalan Peserta Didik yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan
dalam penyusunan makalah ini.
4.
Semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis terima dengan
tangan terbuka demi penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik. Akhirnya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bandar
Lampung, April 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah....................................................................... 4
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................. 4
1.3 Tujuan
Penulisan................................................................................... 5
1.4 Metode
Penulisan................................................................................. 5
1.5 Sistematika
Penulisan........................................................................... 5
BAB
II KAJIAN TEORI
2.1
Perkembangan Emosi Anak Sekolah Dasar.......................................... 6
2.1.1
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi...................... 9
2.2
Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar......................................... 11
2.3
Anak Pemalu Dan Kurang Percaya Diri............................................. 13
2.3.1
Penyebab Anak Kurangnya Percaya Diri ............................... 14
2.3.2
Ciri Ciri Rasa Kurangnya Percaya Diri.................................. 15
2.3.3
Solusi....................................................................................... 15
2.3.4
Tips Untuk Mengurangi Rasa Kurangnya
Percaya Diri.......... 16
BAB III METODOLOGI PENULISAN
3.1 Metode
Penelitian................................................................................. 19
3.2 Pengertian
Study Kasus........................................................................ 19
3.2.1 Jenis-Jenis Study
Kasus............................................................... 19
3.2.2 Langkah-Langkah
Penelitian Study Kasus.................................. 20
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 21
4.2 Saran-Saran.......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Jika mengamati siswa
atau anak di sekolah atau di lingkungan tempat tinggal, maka di sana kita akan
menemukan berbagai karakter / watak yang berbeda satu dengan yang lain. Ada
yang periang, cerdas, pandai bergaul.
Ada juga yang pemalas, suka berkelahi, sering berbohong, pemalu, kurang percaya diri dan sebagainya.
Kesemuanya itu akibat lingkungan yang memepengaruhinya.
Di antara sekian banyak
karakter / sifat siswa atau anak tersebut disini akan dibahas mengenai siswa
yang memiliki sifat pemalu dan kurang percaya diri. Sebenarnya sifat pemalu dan
kurang percaya diri merupakan hambatan bagi diri siswa atau anak itu sendiri.
Siswa atau anak pemalu biasanya menutup diri, kurang pandai bergaul dengan
teman sebayanya, tidak bisa mengekspresikan dirinya, adanya perasaan tertekan,
dan sebagainya. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
Jika ia pandai maka ia tidak bisa menunjukkan kepandaiannya karena tertekan
oleh sifat malu itu sendiri.
Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas salah satu permasalahan siswa atau anak yang ada di
Sekolah Dasar yaitu sikap pemalu dan kurang percaya diri serta berusaha mencari
alternatif penyebab masalah, alternatif pemecahan masalah dan berusaha untuk
mengadakan tindak lanjut demi perkembangan belajar dan kedewasaan anak. Berikut
analisis dan solusi yang dapat diberikan kepada guru sebagai wali kelas
sekaligus pembimbing maupun orang tua
yang bermasalah tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasakan
latar belakang masalah di atas maka penyusun membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana
perkembangan emosional anak sekolah dasar
2. Bagaimana
perkembangan sosial anak sekolah dasar
3. Bagaimana
kasus mengenai anak pemalu dan kurang percaya diri ?
4. Apa
yang dimaksud dengan pemalu dan kurang percaya diri ?
5. Apa
penyebab anak pemalu dan kurang percaya diri ?
6. Bagaimana
solusi yang dapat diberikan kepada anak pemalu dan kurang percaya diri ?
1.3
Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penyusun
merumuskan tujuan penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui
perkembangan emosi anak sekolah dasar
2. Mengetahui
perkembangan sosial anak sekolah dasar
3. Mengetahui
kasus anak pemalu dan kurang percaya diri
4. Mengetahuai
apa yang dimaksud pemalu dan kurang percaya diri
5. Mengetahui
penyebab pemalu dan kurang percaya diri
6. Mengetahui
solusi yang diberikan kepada anak pemalu dan kurang percaya diri
1.4
Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data yang lengkap dalam upaya
membantu siswa kasus memecahkan masalahnya, penyusun mengumpulkan data dengan
berbagai cara. Hal ini dimaksudkan agar data yang masuk dapat
dipertanggungjawabkan keobyektifannya. Cara-cara yang dimaksud adalah dengan
cara menggunakan berbagai metode. Adapun metode yang digunakan dalam hal ini
adalah:
1. Observasi
Metode ini digunakan untuk mengamati keadaan, sikap,
dan tingkah laku siswa.
Wawancara
2. Teknik
pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung kepada siswa yang
bersangkutan (bermasalah) siswa atau anak dan orang tua siswa.
1.5
Sistematikan Penulisan
Bab I berisi pendahuluan, meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan,
Bab II berisi kajian pustaka yang berisi teori-teori
yang relevan dengan permaslahan,
Bab III berisi metodaogi penelitian,
Bab IV berisi penutup meliputi kesimpilan dan saran.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1 Perkembangan Emosi Anak Sekolah
Dasar
Tahun-tahun
awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat
fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang bersifat
interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan pengasuh atau babysitter,
yang dapat menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi
negatif ini sangat penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan dan berkaitan dengan kemampuan kognitif dan
kompetensi sosial (Garner dan Landry, 1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan,
1994 dalam Pamela W., 1995:417).
Perilaku
awal emosi dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan kemampuan afektif
(Cicchetti, Ganiban dan Barnet, 1991 dalam Pamela W., 1995:417). Keluarga
dengan orang tua yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan
perkembangan emosi yang juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W.,
1995:422). Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak,
baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya,
karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak. Woolfson, 2005:8 menyebutkan
bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu :
1. Dicintai,
2. Dihargai,
3. Merasa
aman,
4. Merasa
kompeten,
5. Mengoptimalkan
kompetensi
Apabila
kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam
mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.
Hurlock,
1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial dan
anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi sebagai berikut.
1. Emosi
menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi
adalah luapan perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan.
Luapan ini menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan
sehari-hari dan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup
bervariasi untuk memperluas wawasannya.
2. Emosi
menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi
keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai
contoh kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi
tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika timbul amarah.
Apabila persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya
rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.
3. Ketegangan
emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak mengganggu kemampuan
motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang
terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan motorik
anak.
4. Emosi
merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh, suara, dan
sebagainya merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyatakan
perasaan dan pikiran (komunikasi non verbal).
5. Emosi
mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir, berkonsentrasi,
belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu, pada
anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat mengganggu
aktivitas mentalnya.
6. Emosi
merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat
mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi
anak dalam menilai dirinya sendiri.
7. Emosi
mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam aktivitas
sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa
takut.
8. Emosi
mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi cara anak
berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga
mengajarkan kepada anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan
tuntutan lingkungan sosial.
9. Emosi
memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak biasanya
ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau cemberut.
Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
10. Emosi
mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang
ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong
lingkungan untuk memberikan umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang
kurang menyenangkan, dia akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula,
sehingga anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan.
11. Reaksi
emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Setiap
ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik
tertentu akan sangat sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan
dengan mengulang-ulang perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi
kebiasaan yang positif pula.
Perkembangan
emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
a. Pada
usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak
mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini
adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan
informasiinformasi secara.
b. Anak
usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan
rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang
dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri
dan orang lain.
c. Anak
usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan
dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain
itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa
yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar
emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d. Pada
masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma
aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan
juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai
memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung
dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga
makin beragam.
2.1.1
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Berberapa faktor yang
dapat memengaruhi perkembangan emosi anak adalah sebagai berikut.
1. Keadaan
anak
Keadaan individu pada anak, misalnya
cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi
perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak.
Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
2. Faktor
belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan
reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang
menunjang perkembangan emosi antara lain:
a. Belajar
dengan coba-coba
Anak
belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku
yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
b. Belajar
dengan meniru
Dengan
cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak
bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati.
c. Belajar
dengan mempersamakan diri
Anak
meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama
dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak
hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya.
d. Belajar
melalui pengondisian
Dengan metode
ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian
berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada
awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak
rasionalnya reaksi mereka.
e. Belajar
dengan bimbingan dan pengawasan
Anak
diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan
pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi
secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak
menyenangkan (Fatimah, 2006).
3. Konflik
– konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik
dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan
sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut,
biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi.
4. Lingkungan
keluarga
Salah satu
fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak
bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan
individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu
mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar
pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak.
Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing)
yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
Gaya
pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak.
Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka
perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan
orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan
kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam
menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif (Syamsu,
2008).
2.2 Perkembangan Sosial Anak Sekolah
Dasar
1. Keluarga
Anak-anak
tumbuh dewasa dalam keluarga yang beragam. Setiap keluarga mempunyai pola asuh
yang berbeda-beda dalam mengasuh anaknya. Gaya pengasuhan orangtua sangat
berpengaruh terhadap pembentukan sosial anak. Baumrind mengatakan bahwa ada
empat bentuk utama gaya pengasuhan orang tua yaitu:
a. Pola
asuh otoriter ( otoritarian parenting )
bersifat membatasi dan menghukum. Orang tua otoriter
mendesak anak-anak untuk mengikuti perintah mereka dan menghormati mereka.
Mereka mendapatkan batas dan kendali yang tegas terhadap anak-anak mereka dan
mengijinkan sedikit komunikasi verbal.
b. Pola
asuh Otoritatif ( autoritative parenting )
Mendorong
anak-anak untuk mandiri, tetapi masih menempatkan batas-batas dan mengendalikan
tindakan mereka.
c. Pola
asuh mengabaikan ( neglectful parenting )
Adalah
gaya pengasuhan dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak
mereka. Ketika anak-anak mereka menginjak masa remaja atau anak-anak, orangtua
mereka tidak dapat menjawab pertanyaan ,”sekarang pukul 10 malam, apakah anda
tahu dimana anak anda sekarang.
d. Pola
asuh yang memanjakan ( indulgent parenting )
Adalah
gaya pengasuhan dimana orangtua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi
hanya sedikit batasan atau larangan atas perilaku mereka. Orangtua ini
membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan dan mendapatkan
keinginan mereka karena mereka yakin bahwa kombinasi dari pengasuhan yang
mendukung dan kurangnya batasan, akan menghasilkan anak yang kreatif dan
percaya diri. Hasilnya adalah anak-anak ini biasanya tidak belajar untuk
mengendalikan perilaku mereka sendiri.
2. Teman
Sebaya
Dalam konteks perkembangan anak, teman sebaya adalah
anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Interaksi
teman sebaya yang memiliki usia yang sama memainkan peran khusus dalam
perkembangan sosioemosional anak-anak. Salah satu fungsi yang paling penting
dari teman sebaya adalah untuk memberikan sumber imformasi dan perbandingan
tentang dunia di luar keluarga.
Para ahli perkembangan
telah menemukan lima jenis status teman sebaya yaitu:
a. Anak
populer
Anak populer sering
dianggap sebagai teman baik dan jarang tidak disukai oleh teman sebaya mereka.
Anak-anak populer memberikan penguatan, mendengarkan dengan seksama, menjaga
komunikasi yang terbuka dengan teman sebaya, bahagia, bertindak sebagaimana
adanya, menunjukan antusiasme dan perhatian terhadap orang lain, serta percaya
diri tanpa bersifat sombong.
b. Anak-anak
yang terabaikan
Anak-anak yang
terabaikan jarang dianggap sebagai teman baik, tetapi tidak berati tidak
disukai oleh teman sebaya mereka.
c. Anak-anak
yang ditolak
Anak-anak yang ditolak
jarang dianggap sebagai teman seseorang dan sering sekali tidak disukai oleh
teman sebaya mereka.
d. Anak-anak
yang kontroversial
Anak yang kontroversial
sering dianggap baik sebagai teman baik seseorang dan bisa pula sebagai anak
yang tidak disukai. Baru-baru ini, dalam suatu studi longitudinal selama 2
tahun menekankan pentingnya persahabatan ( Wentzel, bary, & Caldwell, 2004
). Para siswa kelas enam tidak memiliki teman, kurang terlibat dalam perilaku
proporsional (kerjasama, berbagi, membantu yang lain), mendapatkan nilai yang
lebih rendah, dan lebih sedih secara emosional daripada rekan-rekan mereka yang
memliki satu atau lebih teman.
3. Sekolah
Disekolah, anak-anak menghabiskan bertahun-tahun
waktunya sebagai anggota dari satu masyarakat terkecil yang memberikan pengaruh
yang luar biasa terhadap perkembangan sosioemosional mereka. Dalam setiap kelas
yang kita ajar, beberapa anak akan memiliki keterampilan sosial yang lemah,
satu atau dua anak mungkin anak-anak yang ditolak, beberapa anak yang lain mungkin
adalah anak-anak yang terabaikan. Ingatlahlah memperbaiki keterampilan sosial
adalah lebih mudah ketika anak-anak berusia 10 tahun atau lebih mudah ( malik
dan Fuman, 1993 ).
4. Media
massa
Media massa sekarang menjadi sangat berpengaruh bagi
anak, dapat dikatakan media massa kini menjadi salah satu lingkungan sosial
yang juga memberikan banyak informasi. Televisi sebagai salah satu media yang
berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak, juga selain itu seiring perkembangan zaman kini internet pun
masuk dalam dunia anak. Hal tersebut sudah menjadi sebuah fenomena, dalam hal
ini ada dua dampak yang muncul yaitu
dampak positif dan dampak negatif.
Dampak
positifnya, media tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi anak, menyajikan
program-program yang memotivasi dan memberi model-model perilaku prososial. Dan
dampak negatifnya, terkadang dapat menjauhkan mereka dengan lingkungan di dunia
nyata, seperti menjauhkan mereka dari pekerjaan rumah, mereka cenderung menjadi
pasif, mengajarkan mereka berbagai stereotif, memberi mereka model-model agresi
(kekerasan) dan dapat menjadikan mereka terobsesi dengan pandangan yang tidak
realistis tentang dunia.
2.3
Anak Pemalu Dan Kurang Percaya Diri
A.
Perilaku Pemalu dan Kurang Percaya Diri
Perilkau pemalu dan kurang percaya diri merupakan
salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang
yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki
pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka
tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya.
Menurut
Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling
(2005:87),percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang
yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu
tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang
percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.
B. Akibat
Kurang Percaya Diri
Ketika ini dikaitkan dengan praktek hidup
sehari-hari, orang yang memiliki kepercayaan diri rendah atau telah kehilangan
kepercayaan, cenderung merasa / bersikap sebagai berikut :
a) Tidak
memiliki sesuatu (keinginan, tujuan, target) yang diperjuangkan secara sungguh
sungguh.
b) Tidak
memiliki keputusan melangkah yang decissive (ngambang)
c) Mudah
frustasi atau give-up ketika menghadapi masalah atau kesulitan
d) Kurang
termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah-setengah
e) Sering
gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab (tidak optimal)
f) Canggung
dalam menghadapi orang
g) Tidak
bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan yang
meyakinkan
h) Sering
memiliki harapan yang tidak realistis
i)
Terlalu perfeksionis
j)
j. Terlalu sensitif (perasa)
Sebaliknya, orang yang mempunyai kepercayaan diri
bagus, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang
kuat atas dirinya dan punya pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang
dimiliki. Orang yang punya kepercayaan diri bagus bukanlah orang yang hanya
merasa mampu (tetapi sebetulnya tidak mampu) melainkan adalah orang yang
mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan perhitungannya.
2.3.1
Penyebab Kurangnya Rasa Percaya Diri
Kurangnya percaya diri
disebabkan oleh faktor-faktor yang bergantung pada latar belakang dan status
seseorang, lingkungan, usia, hubungannya dengan dunia luar, dan lain-lain.
Untuk bisa sukses mengatasi masalah ini, pertama-tama seseorang harus lebih
dulu menentukan penyebab dari berkurangnya rasa percaya diri. Dan cara terbaik
untuk menghadapi masalah apapun adalah dengan melihat kesalahan-kesalahan yang
pernah dilakukan dimasa lalu.
·
Terabaikan. Anak-anak yang tumbuh tanpa
mendapatkan cinta dan kasih sayang yang cukup akan merasa terabaikan dan
bersikap acuh tak acuh saat mereka dewasa. Mereka akan merasa kesulitan untuk
mempercayai dan bergaul orang lain.
·
Kritik yang berlebihan. Saat seorang
anak terus menerus diingatkan bahwa dia nakal, itu akan membuatnya menjadi
depresi dan hilang percaya diri. Kejadian-kejadian seperti ini akan menyebabkan
dirinya merasa tidak berharga, membuatnya menjadi pesimis, dan enggan untuk
melakukan sesuatu yang positif.
·
Pengaruh dari orang tua dan keluarga.
Orang tua cenderung utuk mempengaruhi anaknya dengan merefleksikan mimpi-mimpi
mereka yang tidak terpenuhi. Mereka membuat kesalahan dalam memilih karir
sehingga ketidak bahagiaan tersebut mempengaruhi anak-anaknya.
·
Pencapaian. Orang bekerja untuk mencapai
sukses dalam hidupnya dan saat mereka gagal setelah bekerja keras, mereka
memperlakukan kegagalan tersebut sebagai kenyataan pahit yang menyebabkan
hilangnya rasa percaya diri.
·
Penampilan fisik. Penampilan fisik dari
seseorang itu sangat penting karena itu yang paling mempengaruhi. Orang yang
berpenampilan buruk akan merasa rendah diri saat membandingkan dirinya dengan
orang yang berpenampilan lebih baik. Ini akan menciptakan perasaan malu, yang
menyebabkan mereka mengisolasi diri dari kehidupan sosial.
·
Pengalaman negatif. Kurangnya rasa
percaya diri terkadang disebabkan oleh pengalaman yang negatif. Anak-anak
cenderung untuk meniru hal-hal negatif disekitarnya. Orang dewasa juga
terkadang suka ikut-ikutan melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang
membahayakan rasa percaya dirinya.
·
Kekerasan terhadap anak-anak. Orang yang
kurang percaya diri biasanya pernah mengalami kekerasan yang menyebabkan
kerusakan fisk maupun mentalnya sewaktu masih berusia kanak-kanak. Kekerasan
fisik ini termasuk kejahatan seksual terhadap anak-anak, yang biasanya bisa
disembuhkan, akan tetapi, kekerasan terhadap mental akan membekas sangat dalam
dan sangat sulit untuk disembuhkan. Pelaku kekerasan terhadap anak-anak ini
biasanya adalah keluarga teman, kerabat, tetangga, orang asing dan wali atau
orang tua tiri.
·
Pengangguran seseorang yang tidak
mempunyai pekerjaan akan merasa putus asa dan tidak beguna. Kegagalan untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya akan membuat seseorang menjadi kurang percaya
diri.
2.3.2
Ciri-ciri Kurangnya Rasa Percaya Diri
Orang yang kurang percaya diri punya ciri-ciri dasar
berikut ini, yang terkadang sulit untuk di identifikasi:
1) Kurang
bisa untuk bersosialisasi dan tidak yakin pada diri sendiri, sehingga mengabaikan
kehidupan sosialnya.
2) Seringkali
tampak murung dan depresi.
3) Punya
masalah dalam kebiasaan makan misalnya anorexia yang mengarah pada obesitas,
yang membahayakan bagi tubuhnya.
4) Mereka
suka berpikir negatif dan gagal untuk mengenali potensi yang dimilikinya.
5) Takut
dikritik dan merespon pujian dengan negatif.
6) Takut
untuk mengambil tanggung jawab.
7) Takut
untuk membentuk opininya sendiri.
8) Hidup
dalam keadaan pesimis.
2.3.3
Solusi
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk
membantu anak mengatasi rasa malu, yaitu :
1. Orang
tua sebaiknya tidak mengolok-ngolok sifat pemalu anak ataupun
memperbincangkan sifat
pemalunya di depan sang anak. Contohnya, dengan
mengatakan; “kamu
sih,pemalu”, “iya loh bu Joko, anak saya pemalu sekali”.
Dengan mengatakan
hal-hal ini anak dapat merasa tidak diterima apa adanya
2. Mengetahui
kesukaan dan potensi anak, lalu mendorongnya untuk berani
melakukan hal-hal
tertentu lewat media hobi, dan potensi diri. Misalnya, anak
suka main mobil-mobilan
3. Sebaiknya
orangtua secara rutin mengajak anak berkunjung ke rumah teman, tetangga, atau
kerabat dan bermain disana. Kunjungan sebaiknya dilakukan pada teman-teman yang
berbeda.
4. Lakukan
role playing bersama anak. Misalnya bermain bersama orangtua bermain bersama
diwaktu libur atau di waktu free.
Psikiater anak Swallow
pada 2000 membuat daftar hal-hal yang biasanya dilakukan ataupun dirasakan anak
pemalu :
a) Menghindari
kontak mata.
b) Tidak
mau melakukan apa-apa.
c) Tidak
mau mengikuti kegiatan di kelas.
d) Tidak
mau meminta pertolongan atau bertanya kepada orang yang tidak dikenal.
e) Mengalami
demam panggung (pipi memerah, tangan berkeringat,keringat dindin,
f) dan
bibir terasa dingin) disaat-saat tertentu.
g) Tidak
banyak bicara, menjawab secukupnya saja, seperti “ya”, “tidak”, “tidaktahu”.
h) Mengalami
psikosomotis.
i)
Merasa tidak ada yang menyukai.
2.3.4
Tips untuk Memerangi Masalah Kurangnya Rasa Percaya Diri
1) Selalu
hindari situasi yang negatif.
2) Cobalah
untuk berkumpul hanya dengan orang-orang yang positif.
3) Gunakan
journal untuk mencatat hal-hal positif yang terjadi disekitar.
4) Berpikirlah
dengan lebih positif.
5) Jangan
enggan untuk meminta tolong saat berada dalam kesulitan.
6) Carilah
bantuan dari tenaga profesional untuk menghadapi masalah yang serius.
Hal yang menyenangkan
tentang hidup adalah bahwa dia memberikan kita kemampuan untuk menghadapi
kurangnya rasa percaya diri. Mari, jangan biarkan rasa kurang percaya diri
menghambat kita untuk mendapakan kehidupan yang membahagiakan. Anak-anak
terkadang punya kesulitan untuk membangun dan mempertahankan tingkat rasa
percaya dirinya, terutama saat mereka hampir menginjak usia remaja. Tekanan
dari teman, tantangan untuk berkembang, pekerjaan tumah, dan kebutuhan untuk
mempelajari skill-skill baru, bisa mempengaruhi tingkat rasa percaya dirinya.
Jika anda merasa bahwa rasa percaya diri anak anda
perlu ditingkatkan, berikut ini beberapa tips yang bisa membantu:
·
Tunjukkan Hal-hal Positif
Seringkali, orang tua
sangat cepat untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
anak-anaknya. Sedangkan saat anak-anak melakukan sesuatu yang baik, orang tua
jarang memperhatikan atau menghargainya.
Jadi, cobalah untuk
memperlihatkan dan memperhatikan hal-hal yang dilakukan oleh anak anda dengan
baik, meski itu cuma hal-hal kecil. Tentu, anda juga harus selalu memastikan
untuk bersikap jujur saat berkomentar, sebab anak-anak bisa mendeteksi pujian
yang tidak jujur.
·
Rayakan Prestasinya
Mensupport dan
merayakan keberhasilan anak anda adalah cara lain untuk membantu meningkatkan
rasa percaya dirinya. Sebagai contoh, jika anak anda suka berolah raga, cobalah
untuk menemaninya sesering mungkin. Photo mereka saat sedang bermain, yang
nantinya bisa anda bingkai. Ini juga adalah cara yang bagus untuk menunjukkan
pada anak anda bahwa anda memperhatikan dan mensupport prestasi mereka. Meski
jika nantinya anak anda memutuskan bahwa olah raga tertentu tidak cocok
untuknya, tapi mereka tetap akan mendapatkan keuntungan dari pengalaman
tersebut karena sudah pernah mencobanya.
·
Ajarkan Mereka Tentang Kenikmatan dari
Membantu Orang Lain
Membantu orang yang
sedang membutuhkan adalah salah satu cara terbaik untuk membuatnya merasa
senang terhadap diri sendiri. Dorong anak anda untuk terlibat suatu kegiatan
amal, membantu anak lain, atau orang-orang disekitar. Cara ini akan
meningkatkan rasa percaya dirinya sekaligus memberikan mereka pengalaman yang
berharga. Jika memungkinkan, photo mereka saat sedang melakukan aktivitas
tersebut. Dengan menempelkan photo tersebut di album, itu akan menunjukkan
bahwa anda memberikan dukungan terhadap usaha dan aktivitas mereka. Memberikan
peluang pada anak anda untuk membantu di rumah juga adalah salah satu cara
terbaik untuk membangun rasa percaya dirinya. Dengan melakukannya, maka anak
anda bisa belajar skill-skill yang berguna, sambil mengembangkan keyakinannya
terhadap kemampuan dan skill yang dimilikinya.
·
Dorong Anak Anda untuk Mencoba Hal-hal
Baru
Meski terkadang untuk
mencoba hal-hal baru itu bisa membuat mereka stress, tapi itu bisa menjadi cara
yang bagus untuk membuat mereka bisa belajar mengenai berapa banyak yang akan
mereka capai saat mereka mau mencoba sesuatu yang baru. Mencoba olah raga yang
baru, bergabung dalam sebuah kelompok, atau terlibat dalam suatu hobby atau
aktivitas, bisa menjadi cara yang bagus untuk menumbuhkan keyakinan dan rasa
percaya dirinya. Anak anda mungkin akan menemukan hasratnya yang lain, atau
bahkan mempelajari skill-skill yang bisa mengarahkannya pada suatu karir di
masa depan. Mencoba hal-hal baru juga bisa memberikan mereka pengalaman,
mendorong mereka untuk mengembangkan kecerdasannya. Setiap kali memungkinkan,
anda harus mengambil photo anak anda saat sedang melakukan aktivitas ini.
Tempelkan photo-photo ini disekitar rumah, sebagai tanda bahwa anda mensupport
aktivitas mereka. Bahkan nantinya, anak anda mungkin ingin menempelkan photo
tersebut dikamar mereka sendiri.
·
Affirmasi harian
Affirmasi harian ini
akan memicu pikiran-pikiran positif dan membantu mu untuk membangun rasa
percaya diri. Ada berbagai jenis affirmasi yang berhubungan dengan berbagai
aspek dari kehidupan, misalnya kesuksesan, kesehatan, hubungan, rasa percaya
diri, dan lain-lain. Kamu bisa membuat affrimasi harian mu sendiri menggunakan
pernyataan-pernyataan positif yang kamu susun sendiri. Tapi ada dua hal yang harus diingat saat
membuat sendiri affirmasi mu. Pertama, selalu tuliskan affirmasi dalam kalimat
positif, misalnya, "Aku merasa bahagia" dan bukan "Aku tidak
sedih." Kedua, tuliskan affirmasi dalam bentuk kalimat waktu sekarang
(present tense), misalnya, "Aku merasa bahagia" dan bukan "Aku
akan menjadi bahagia." Affirmasi
yang ditulis dengan bijaksana, bisa memberikan efek secara instant terhadap
peningkatan dan pengembangan diri mu.
Berikut ini beberapa
contoh affirmasi harian yang bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri,
dan memberikan perubahan yang positif dalam hidup:
a) Aku
punya kemampuan untuk mengubah diri ku.
b) Aku
bahagia karena punya kesempatan untuk melakukan apa yang aku sukai.
c) Aku
memanfaatkan kemampuan terbaik ku untuk meningkatkan hidup ku.
d) Aku
menyukai apa yang aku lakukan dan mengerjakannya dengan sepenuh hati.
e) Aku
merasa yakin dan terorganisir.
f) Aku
membuka pikiran dan memanfaatkan kritik untuk mengembangkan diri ku.
g) Aku
merasa bahagia dalam setiap situasi, meski disaat-saat yang membuat stress.
h) Aku
berhak untuk sukses.
i)
Aku berhak untuk bahagia.
j)
Aku berhak untuk dicintai.
k) Aku
belajar dari kesalahan ku.
l)
Aku senang menerima tantangan dan resiko
dalam hidup.
m) Aku
punya pengetahuan dan skill untuk membuat pekerjaan ku jadi lebih baik.
n) Aku
punya kekuatan untuk mengambil keputusan dan aku akan mengambil keputusan yang
benar.
o) Aku
mampu untuk berpikir sendiri dan punya pilihan sendiri dalam semua aspek
kehidupan ku.
p) Aku
percaya pada kebaikan dalam hidup
Menurut Law of Attraction, affirmasi akan
menciptakan getaran yang positif disekitar mu dan menarik hal-hal yang kamu
inginkan dalam hidup. Yang perlu kamu lakukan adalah percaya pada apa yang kamu
inginkan dan mengulanginya dengan yakin, perhatian, tertarik, dan sepenuh hati.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian.
Untuk mendapatkan data yang lengkap dalam upaya
membantu siswa kasus memecahkan masalahnya, penyusun mengumpulkan data dengan
berbagai cara. Hal ini dimaksudkan agar data yang masuk dapat
dipertanggungjawabkan keobyektifannya. Cara-cara yang dimaksud adalah dengan
cara menggunakan berbagai metode. Adapun metode yang digunakan dalam hal ini
adalah:
1. Observasi
2. Metode
ini digunakan untuk mengamati keadaan, sikap, dan tingkah laku siswa.
3. Wawancara
4. Teknik
pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung kepada siswa yang
bersangkutan (bermasalah) siswa atau anak dan orang tua siswa.
5. Angket
6. Angket
digunakan untuk mengetahui identitas siswa kasus secara lengkap dan jenis
masalah yang dihadapi. Penyusun memberikan angket atau daftar isian tentang
data siswa.
3.2
Pengertian Studi Kasus
Menurut
Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian
secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat
penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu
pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan
rinci. SementaraYin (1987)
memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada
ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh
(1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji
unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua
variabel yang penting.
Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa
batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia,
peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara
mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya
masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara
variabel-variabelnya.
3.2.1
Jenis-jenis Studi Kasus
a) Studi
kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasi
tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuni perkembangan
organisasinya. Studi mi sening kunang memungkinkan untuk diselenggarakan,
karena sumbernya kunang mencukupi untuk dikerjakan secara minimal.
b) Studi
kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul observasi
peran-senta atau pelibatan (participant observation), sedangkan fokus studinya
pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus
studinya antara lain: (a) suatu tempat tertentu di dalam sekolah; (b) satu
kelompok siswa; (c) kegiatan sekolah.
c) Studi
kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu onang dengan maksud
mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas. Wawancara
sejarah hiclup biasanya mengungkap konsep karier, pengabdian hidup seseorang,
dan lahir hingga sekarang. masa remaja, sekolah. topik persahabatan dan topik
tertentu lainnya.
d) Studi
kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community
study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar
(kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu bagaimana studi kasus
organisasi dan studi kasus observasi.
e) Studi
kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi
terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya pengeluaran
siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut pandang semua
pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-temannya, orang tuanya,
kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci lainnya.
f) Mikroethnografi,
merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat
kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau suatu kegiatan organisasi
yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang belajar menggambar.
3.2.2
Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus
a) Pemilihan
kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive)
dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan
objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi
kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan
sumbersumber yang tersedia;
b) Pengumpulan
data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih
dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis
dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara
pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat
mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;
c) Analisis
data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi,
dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi
merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna
menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori
atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di
lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau
setelah selesai dan lapangan;
d) Perbaikan
(refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus
hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru
terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan
peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru,
data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;
e) Penulisan
laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan
suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca
untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa
pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Meskipun kepribadian
seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa
perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dari pada faktor fisik. Siswa
pemalu memang sulit untuk
diatasi. Walupun tidak begitu telihat, namun secara tidak langsung hal itu
mengakibatkan potensi yang dimilkinya menjadi terhalang. Mengatasi siswa atau anak pemalu tidak bisa dilakukan
secara sepontan, harus dilakukan setahap demi setahap. Sebab ini berkaiatan
dengan kebiasaan / kepribadian dirinya. Dan mengubah kebiasaan / kepribadian
tidak bisa secara langsung. Oleh karena itu mengatasi anak yang pemalu perlu
kesabaran dan keuletan. Dan untuk batas waktu tidak bisa ditentukan secara pasti,
tergantung seberapa besar siswa atau anak tersebut mau berubah.
4.1.2
Saran
Hal terpenting untuk
dilakuakan adalah mengubah pandangan tentang citra dirinya, pandangan yang
semula negatif diubah menjadi positif. Tanamkan rasa percaya diri dan pemberian
penghargaan dapat secara bertahap mengubah citra dirinya. Guru atau wali kelas
besrta orang tua bahkan pihak lain yang terkait harus bekerja sama untuk
memberikan bimbingan bagi siswa atau anak yang mempunyai sikap pemalu dan
kurang percaya diri.
DAFTAR
PUSTAKA
Jamaris Martini, 2009 Kesulitan Belajar Prespektif,
Assessmen dan Penanggulangannya.
Jakarta Pusat : Yayasan Penamas Murni
Cara-menghilangkan-sifat-pemalu-minder-rendah-dirhttp://tipsoke.com/cara-menghilangkan-sifat-pemalu-minder-rendah-diri.html
Belajarpsikologi http://.com// Posted by' Haryanto,
S.Pd onJune 25, 2010.diakses pada tanggal 27 November 2012
Johnpieter http://pieter83.wordpress.com/ April 21,
2007
Penyebab-kurangnya-rasa-percaya-diri.http://wownita.blogspot.com/2011/01html
Affirmasi-harian-untuk-meningkatkan.http://wownita.blogspot.com/2011/01/
htm
Apa-penyebab-anak-jadi-pemalu
http://armylookfashion.com/2011/07/27/.html/
Mengatasi-anak-pemalu
http://aridlowi.blogspot.com/2009/05/.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar