Selasa, 21 April 2015

study kasus anak pemalu dan kurang percay diri melalui perkembangan emosional dan sosial



PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL ANAK SEKOLAH DASAR
Study kasus “Anak Pemalu Dan Kurang Percaya Diri”

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah
Pengenalan Peserta Didik

Dosen Pengampu
Diah Utaminingsih, S.Psi, M.A, Psi


Oleh
Anggra Septa Aditya Putra (1443053006)







PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena pada akhirnya makalah berjudul  “Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Sekolah Dasar dengan studi kasus Anak Pemalu Dan Kurang Percaya diri ini selesai tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengenalan Peserta Didik oleh  Diah Utaminingsih, S.Psi, M.A, Psi.

Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Allah SWT, tanpa adanya kehendak dan ridho-Nya makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2.      Orang tua, kakak, adik, dan keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan motivasinya.
3.      Ibu Diah Utaminingsih, S.Psi, M.A, Psi, selaku dosen Mata Kuliah Pengenalan Peserta Didik yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
4.      Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis terima dengan tangan terbuka demi penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bandar Lampung,  April 2015




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah....................................................................... 4
1.2  Rumusan Masalah................................................................................. 4
1.3  Tujuan Penulisan................................................................................... 5
1.4  Metode Penulisan................................................................................. 5
1.5  Sistematika Penulisan........................................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORI
2.1  Perkembangan Emosi Anak Sekolah Dasar.......................................... 6
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi...................... 9
2.2  Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar......................................... 11
2.3  Anak Pemalu Dan Kurang Percaya Diri............................................. 13
2.3.1        Penyebab Anak Kurangnya Percaya Diri ............................... 14
2.3.2        Ciri Ciri Rasa Kurangnya Percaya  Diri.................................. 15
2.3.3        Solusi....................................................................................... 15
2.3.4        Tips Untuk Mengurangi Rasa Kurangnya Percaya Diri.......... 16
BAB III METODOLOGI PENULISAN
3.1  Metode Penelitian................................................................................. 19
3.2  Pengertian Study Kasus........................................................................ 19
3.2.1 Jenis-Jenis Study Kasus............................................................... 19
3.2.2 Langkah-Langkah Penelitian Study Kasus.................................. 20
BAB III PENUTUP
4.1  Kesimpulan.......................................................................................... 21
4.2 Saran-Saran.......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Jika mengamati siswa atau anak di sekolah atau di lingkungan tempat tinggal, maka di sana kita akan menemukan berbagai karakter / watak yang berbeda satu dengan yang lain. Ada yang periang, cerdas, pandai bergaul.  Ada juga yang pemalas, suka berkelahi, sering berbohong, pemalu,  kurang percaya diri dan sebagainya. Kesemuanya itu akibat lingkungan yang memepengaruhinya.
Di antara sekian banyak karakter / sifat siswa atau anak tersebut disini akan dibahas mengenai siswa yang memiliki sifat pemalu dan kurang percaya diri. Sebenarnya sifat pemalu dan kurang percaya diri merupakan hambatan bagi diri siswa atau anak itu sendiri. Siswa atau anak pemalu biasanya menutup diri, kurang pandai bergaul dengan teman sebayanya, tidak bisa mengekspresikan dirinya, adanya perasaan tertekan, dan sebagainya. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Jika ia pandai maka ia tidak bisa menunjukkan kepandaiannya karena tertekan oleh sifat malu itu sendiri.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas salah satu permasalahan siswa atau anak yang ada di Sekolah Dasar yaitu sikap pemalu dan kurang percaya diri serta berusaha mencari alternatif penyebab masalah, alternatif pemecahan masalah dan berusaha untuk mengadakan tindak lanjut demi perkembangan belajar dan kedewasaan anak. Berikut analisis dan solusi yang dapat diberikan kepada guru sebagai wali kelas sekaligus pembimbing  maupun orang tua yang bermasalah tersebut.
1.2 Rumusan  Masalah
Berdasakan  latar belakang masalah di atas maka penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana perkembangan emosional anak sekolah dasar
2.      Bagaimana perkembangan sosial anak sekolah dasar
3.      Bagaimana kasus mengenai anak pemalu dan kurang percaya diri ?
4.      Apa yang dimaksud dengan pemalu dan kurang percaya diri ?
5.      Apa penyebab anak pemalu dan kurang percaya diri ?
6.      Bagaimana solusi yang dapat diberikan kepada anak pemalu dan kurang percaya diri ?

1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penyusun merumuskan tujuan penulisan sebagai berikut :
1.      Mengetahui perkembangan emosi anak sekolah dasar
2.      Mengetahui perkembangan sosial anak sekolah dasar
3.      Mengetahui kasus anak pemalu dan kurang percaya diri
4.      Mengetahuai apa yang dimaksud pemalu dan kurang percaya diri
5.      Mengetahui penyebab pemalu dan kurang percaya diri
6.      Mengetahui solusi yang diberikan kepada anak pemalu dan kurang percaya diri
1.4 Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data yang lengkap dalam upaya membantu siswa kasus memecahkan masalahnya, penyusun mengumpulkan data dengan berbagai cara. Hal ini dimaksudkan agar data yang masuk dapat dipertanggungjawabkan keobyektifannya. Cara-cara yang dimaksud adalah dengan cara menggunakan berbagai metode. Adapun metode yang digunakan dalam hal ini adalah:
1.      Observasi
Metode ini digunakan untuk mengamati keadaan, sikap, dan tingkah laku siswa.
 Wawancara
2.      Teknik pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung kepada siswa yang bersangkutan (bermasalah) siswa atau anak dan orang tua siswa.
1.5 Sistematikan Penulisan
Bab I berisi pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan,
Bab II berisi kajian pustaka yang berisi teori-teori yang relevan dengan permaslahan,
Bab III berisi metodaogi penelitian,
Bab IV berisi penutup meliputi kesimpilan dan saran.




BAB II
KAJIAN TEORI

2.1  Perkembangan Emosi Anak Sekolah Dasar
Tahun-tahun awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang bersifat interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan pengasuh atau babysitter, yang dapat menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi negatif ini sangat penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan  dan berkaitan dengan kemampuan kognitif dan kompetensi sosial (Garner dan Landry, 1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan, 1994 dalam Pamela W., 1995:417).
Perilaku awal emosi dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan kemampuan afektif (Cicchetti, Ganiban dan Barnet, 1991 dalam Pamela W., 1995:417). Keluarga dengan orang tua yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan perkembangan emosi yang juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422). Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak. Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu :
1.      Dicintai,
2.      Dihargai,
3.      Merasa aman,
4.      Merasa kompeten,
5.      Mengoptimalkan kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.
Hurlock, 1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial dan anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi sebagai berikut.
1.      Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi adalah luapan perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan. Luapan ini menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk memperluas wawasannya.
2.      Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai contoh kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika timbul amarah. Apabila persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.
3.      Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak mengganggu kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan motorik anak.
4.      Emosi merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh, suara, dan sebagainya merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyatakan perasaan dan pikiran (komunikasi non verbal).
5.      Emosi mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir, berkonsentrasi, belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu, pada anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat mengganggu aktivitas mentalnya.
6.      Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi anak dalam menilai dirinya sendiri.
7.      Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam aktivitas sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.
8.      Emosi mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga mengajarkan kepada anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan tuntutan lingkungan sosial.
9.      Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak biasanya ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau cemberut. Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
10.  Emosi mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong lingkungan untuk memberikan umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, dia akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula, sehingga anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan.
11.  Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Setiap ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik tertentu akan sangat sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan dengan mengulang-ulang perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi kebiasaan yang positif pula.

Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
a.       Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
b.      Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
c.       Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d.      Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
2.1.1        Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Berberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi anak adalah sebagai berikut.
1.      Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
2.      Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
a.       Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
b.      Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati.
c.       Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
d.      Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.


e.       Belajar dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
3.      Konflik – konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi.
4.      Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif (Syamsu, 2008).


2.2  Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar
1.      Keluarga
Anak-anak tumbuh dewasa dalam keluarga yang beragam. Setiap keluarga mempunyai pola asuh yang berbeda-beda dalam mengasuh anaknya. Gaya pengasuhan orangtua sangat berpengaruh terhadap pembentukan sosial anak. Baumrind mengatakan bahwa ada empat bentuk utama gaya pengasuhan orang tua yaitu:
a.       Pola asuh otoriter ( otoritarian parenting )
bersifat membatasi dan menghukum. Orang tua otoriter mendesak anak-anak untuk mengikuti perintah mereka dan menghormati mereka. Mereka mendapatkan batas dan kendali yang tegas terhadap anak-anak mereka dan mengijinkan sedikit komunikasi verbal.
b.      Pola asuh Otoritatif ( autoritative parenting )
Mendorong anak-anak untuk mandiri, tetapi masih menempatkan batas-batas dan mengendalikan tindakan mereka.
c.       Pola asuh mengabaikan ( neglectful parenting )
Adalah gaya pengasuhan dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka. Ketika anak-anak mereka menginjak masa remaja atau anak-anak, orangtua mereka tidak dapat menjawab pertanyaan ,”sekarang pukul 10 malam, apakah anda tahu dimana anak anda sekarang.
d.      Pola asuh yang memanjakan ( indulgent parenting )
Adalah gaya pengasuhan dimana orangtua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi hanya sedikit batasan atau larangan atas perilaku mereka. Orangtua ini membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan dan mendapatkan keinginan mereka karena mereka yakin bahwa kombinasi dari pengasuhan yang mendukung dan kurangnya batasan, akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. Hasilnya adalah anak-anak ini biasanya tidak belajar untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri.
2.      Teman Sebaya
Dalam konteks perkembangan anak, teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Interaksi teman sebaya yang memiliki usia yang sama memainkan peran khusus dalam perkembangan sosioemosional anak-anak. Salah satu fungsi yang paling penting dari teman sebaya adalah untuk memberikan sumber imformasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
Para ahli perkembangan telah menemukan lima jenis status teman sebaya yaitu:
a.       Anak populer
Anak populer sering dianggap sebagai teman baik dan jarang tidak disukai oleh teman sebaya mereka. Anak-anak populer memberikan penguatan, mendengarkan dengan seksama, menjaga komunikasi yang terbuka dengan teman sebaya, bahagia, bertindak sebagaimana adanya, menunjukan antusiasme dan perhatian terhadap orang lain, serta percaya diri tanpa bersifat sombong.
b.      Anak-anak yang terabaikan
Anak-anak yang terabaikan jarang dianggap sebagai teman baik, tetapi tidak berati tidak disukai oleh teman sebaya mereka.
c.       Anak-anak yang ditolak
Anak-anak yang ditolak jarang dianggap sebagai teman seseorang dan sering sekali tidak disukai oleh teman sebaya mereka.
d.      Anak-anak yang kontroversial
Anak yang kontroversial sering dianggap baik sebagai teman baik seseorang dan bisa pula sebagai anak yang tidak disukai. Baru-baru ini, dalam suatu studi longitudinal selama 2 tahun menekankan pentingnya persahabatan ( Wentzel, bary, & Caldwell, 2004 ). Para siswa kelas enam tidak memiliki teman, kurang terlibat dalam perilaku proporsional (kerjasama, berbagi, membantu yang lain), mendapatkan nilai yang lebih rendah, dan lebih sedih secara emosional daripada rekan-rekan mereka yang memliki satu atau lebih teman.
3.      Sekolah
Disekolah, anak-anak menghabiskan bertahun-tahun waktunya sebagai anggota dari satu masyarakat terkecil yang memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan sosioemosional mereka. Dalam setiap kelas yang kita ajar, beberapa anak akan memiliki keterampilan sosial yang lemah, satu atau dua anak mungkin anak-anak yang ditolak, beberapa anak yang lain mungkin adalah anak-anak yang terabaikan. Ingatlahlah memperbaiki keterampilan sosial adalah lebih mudah ketika anak-anak berusia 10 tahun atau lebih mudah ( malik dan Fuman, 1993 ).
4.      Media massa
Media massa sekarang menjadi sangat berpengaruh bagi anak, dapat dikatakan media massa kini menjadi salah satu lingkungan sosial yang juga memberikan banyak informasi. Televisi sebagai salah satu media yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak, juga selain itu  seiring perkembangan zaman kini internet pun masuk dalam dunia anak. Hal tersebut sudah menjadi sebuah fenomena, dalam hal ini ada dua dampak yang  muncul yaitu dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positifnya, media tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi anak, menyajikan program-program yang memotivasi dan memberi model-model perilaku prososial. Dan dampak negatifnya, terkadang dapat menjauhkan mereka dengan lingkungan di dunia nyata, seperti menjauhkan mereka dari pekerjaan rumah, mereka cenderung menjadi pasif, mengajarkan mereka berbagai stereotif, memberi mereka model-model agresi (kekerasan) dan dapat menjadikan mereka terobsesi dengan pandangan yang tidak realistis tentang dunia.
2.3 Anak Pemalu Dan Kurang Percaya Diri
A.     Perilaku Pemalu dan Kurang Percaya Diri
Perilkau pemalu dan kurang percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya.
Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87),percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.
B.     Akibat Kurang Percaya Diri
Ketika ini dikaitkan dengan praktek hidup sehari-hari, orang yang memiliki kepercayaan diri rendah atau telah kehilangan kepercayaan, cenderung merasa / bersikap sebagai berikut :
a)      Tidak memiliki sesuatu (keinginan, tujuan, target) yang diperjuangkan secara sungguh sungguh.
b)      Tidak memiliki keputusan melangkah yang decissive (ngambang)
c)      Mudah frustasi atau give-up ketika menghadapi masalah atau kesulitan
d)     Kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah-setengah
e)      Sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab (tidak optimal)
f)       Canggung dalam menghadapi orang
g)      Tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan yang meyakinkan
h)      Sering memiliki harapan yang tidak realistis
i)        Terlalu perfeksionis
j)        j. Terlalu sensitif (perasa)
Sebaliknya, orang yang mempunyai kepercayaan diri bagus, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas dirinya dan punya pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang dimiliki. Orang yang punya kepercayaan diri bagus bukanlah orang yang hanya merasa mampu (tetapi sebetulnya tidak mampu) melainkan adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan perhitungannya.
2.3.1 Penyebab Kurangnya Rasa Percaya Diri
Kurangnya percaya diri disebabkan oleh faktor-faktor yang bergantung pada latar belakang dan status seseorang, lingkungan, usia, hubungannya dengan dunia luar, dan lain-lain. Untuk bisa sukses mengatasi masalah ini, pertama-tama seseorang harus lebih dulu menentukan penyebab dari berkurangnya rasa percaya diri. Dan cara terbaik untuk menghadapi masalah apapun adalah dengan melihat kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dimasa lalu.
·         Terabaikan. Anak-anak yang tumbuh tanpa mendapatkan cinta dan kasih sayang yang cukup akan merasa terabaikan dan bersikap acuh tak acuh saat mereka dewasa. Mereka akan merasa kesulitan untuk mempercayai dan bergaul orang lain.
·         Kritik yang berlebihan. Saat seorang anak terus menerus diingatkan bahwa dia nakal, itu akan membuatnya menjadi depresi dan hilang percaya diri. Kejadian-kejadian seperti ini akan menyebabkan dirinya merasa tidak berharga, membuatnya menjadi pesimis, dan enggan untuk melakukan sesuatu yang positif.
·         Pengaruh dari orang tua dan keluarga. Orang tua cenderung utuk mempengaruhi anaknya dengan merefleksikan mimpi-mimpi mereka yang tidak terpenuhi. Mereka membuat kesalahan dalam memilih karir sehingga ketidak bahagiaan tersebut mempengaruhi anak-anaknya.
·         Pencapaian. Orang bekerja untuk mencapai sukses dalam hidupnya dan saat mereka gagal setelah bekerja keras, mereka memperlakukan kegagalan tersebut sebagai kenyataan pahit yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri.
·         Penampilan fisik. Penampilan fisik dari seseorang itu sangat penting karena itu yang paling mempengaruhi. Orang yang berpenampilan buruk akan merasa rendah diri saat membandingkan dirinya dengan orang yang berpenampilan lebih baik. Ini akan menciptakan perasaan malu, yang menyebabkan mereka mengisolasi diri dari kehidupan sosial.
·         Pengalaman negatif. Kurangnya rasa percaya diri terkadang disebabkan oleh pengalaman yang negatif. Anak-anak cenderung untuk meniru hal-hal negatif disekitarnya. Orang dewasa juga terkadang suka ikut-ikutan melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang membahayakan rasa percaya dirinya.
·         Kekerasan terhadap anak-anak. Orang yang kurang percaya diri biasanya pernah mengalami kekerasan yang menyebabkan kerusakan fisk maupun mentalnya sewaktu masih berusia kanak-kanak. Kekerasan fisik ini termasuk kejahatan seksual terhadap anak-anak, yang biasanya bisa disembuhkan, akan tetapi, kekerasan terhadap mental akan membekas sangat dalam dan sangat sulit untuk disembuhkan. Pelaku kekerasan terhadap anak-anak ini biasanya adalah keluarga teman, kerabat, tetangga, orang asing dan wali atau orang tua tiri.
·         Pengangguran seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan akan merasa putus asa dan tidak beguna. Kegagalan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya akan membuat seseorang menjadi kurang percaya diri.
2.3.2 Ciri-ciri Kurangnya Rasa Percaya Diri
Orang yang kurang percaya diri punya ciri-ciri dasar berikut ini, yang terkadang sulit untuk di identifikasi:
1)      Kurang bisa untuk bersosialisasi dan tidak yakin pada diri sendiri, sehingga mengabaikan kehidupan sosialnya.
2)      Seringkali tampak murung dan depresi.
3)      Punya masalah dalam kebiasaan makan misalnya anorexia yang mengarah pada obesitas, yang membahayakan bagi tubuhnya.
4)      Mereka suka berpikir negatif dan gagal untuk mengenali potensi yang dimilikinya.
5)      Takut dikritik dan merespon pujian dengan negatif.
6)      Takut untuk mengambil tanggung jawab.
7)      Takut untuk membentuk opininya sendiri.
8)      Hidup dalam keadaan pesimis.
2.3.3 Solusi
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu anak mengatasi rasa malu, yaitu :
1.      Orang tua sebaiknya tidak mengolok-ngolok sifat pemalu anak ataupun
memperbincangkan sifat pemalunya di depan sang anak. Contohnya, dengan
mengatakan; “kamu sih,pemalu”, “iya loh bu Joko, anak saya pemalu sekali”.
Dengan mengatakan hal-hal ini anak dapat merasa tidak diterima apa adanya
2.      Mengetahui kesukaan dan potensi anak, lalu mendorongnya untuk berani
melakukan hal-hal tertentu lewat media hobi, dan potensi diri. Misalnya, anak
suka main mobil-mobilan
3.      Sebaiknya orangtua secara rutin mengajak anak berkunjung ke rumah teman, tetangga, atau kerabat dan bermain disana. Kunjungan sebaiknya dilakukan pada teman-teman yang berbeda.
4.      Lakukan role playing bersama anak. Misalnya bermain bersama orangtua bermain bersama diwaktu libur atau di waktu free.
Psikiater anak Swallow pada 2000 membuat daftar hal-hal yang biasanya dilakukan ataupun dirasakan anak pemalu :
a)      Menghindari kontak mata.
b)      Tidak mau melakukan apa-apa.
c)      Tidak mau mengikuti kegiatan di kelas.
d)     Tidak mau meminta pertolongan atau bertanya kepada orang yang tidak dikenal.
e)      Mengalami demam panggung (pipi memerah, tangan berkeringat,keringat dindin,
f)       dan bibir terasa dingin) disaat-saat tertentu.
g)      Tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja, seperti “ya”, “tidak”, “tidaktahu”.
h)      Mengalami psikosomotis.
i)        Merasa tidak ada yang menyukai.
2.3.4 Tips untuk Memerangi Masalah Kurangnya Rasa Percaya Diri
1)      Selalu hindari situasi yang negatif.
2)      Cobalah untuk berkumpul hanya dengan orang-orang yang positif.
3)      Gunakan journal untuk mencatat hal-hal positif yang terjadi disekitar.
4)      Berpikirlah dengan lebih positif.
5)      Jangan enggan untuk meminta tolong saat berada dalam kesulitan.
6)      Carilah bantuan dari tenaga profesional untuk menghadapi masalah yang serius.
Hal yang menyenangkan tentang hidup adalah bahwa dia memberikan kita kemampuan untuk menghadapi kurangnya rasa percaya diri. Mari, jangan biarkan rasa kurang percaya diri menghambat kita untuk mendapakan kehidupan yang membahagiakan. Anak-anak terkadang punya kesulitan untuk membangun dan mempertahankan tingkat rasa percaya dirinya, terutama saat mereka hampir menginjak usia remaja. Tekanan dari teman, tantangan untuk berkembang, pekerjaan tumah, dan kebutuhan untuk mempelajari skill-skill baru, bisa mempengaruhi tingkat rasa percaya dirinya.
Jika anda merasa bahwa rasa percaya diri anak anda perlu ditingkatkan, berikut ini beberapa tips yang bisa membantu:
·         Tunjukkan Hal-hal Positif
Seringkali, orang tua sangat cepat untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Sedangkan saat anak-anak melakukan sesuatu yang baik, orang tua jarang memperhatikan atau menghargainya.
Jadi, cobalah untuk memperlihatkan dan memperhatikan hal-hal yang dilakukan oleh anak anda dengan baik, meski itu cuma hal-hal kecil. Tentu, anda juga harus selalu memastikan untuk bersikap jujur saat berkomentar, sebab anak-anak bisa mendeteksi pujian yang tidak jujur.
·         Rayakan Prestasinya
Mensupport dan merayakan keberhasilan anak anda adalah cara lain untuk membantu meningkatkan rasa percaya dirinya. Sebagai contoh, jika anak anda suka berolah raga, cobalah untuk menemaninya sesering mungkin. Photo mereka saat sedang bermain, yang nantinya bisa anda bingkai. Ini juga adalah cara yang bagus untuk menunjukkan pada anak anda bahwa anda memperhatikan dan mensupport prestasi mereka. Meski jika nantinya anak anda memutuskan bahwa olah raga tertentu tidak cocok untuknya, tapi mereka tetap akan mendapatkan keuntungan dari pengalaman tersebut karena sudah pernah mencobanya.
·         Ajarkan Mereka Tentang Kenikmatan dari Membantu Orang Lain
Membantu orang yang sedang membutuhkan adalah salah satu cara terbaik untuk membuatnya merasa senang terhadap diri sendiri. Dorong anak anda untuk terlibat suatu kegiatan amal, membantu anak lain, atau orang-orang disekitar. Cara ini akan meningkatkan rasa percaya dirinya sekaligus memberikan mereka pengalaman yang berharga. Jika memungkinkan, photo mereka saat sedang melakukan aktivitas tersebut. Dengan menempelkan photo tersebut di album, itu akan menunjukkan bahwa anda memberikan dukungan terhadap usaha dan aktivitas mereka. Memberikan peluang pada anak anda untuk membantu di rumah juga adalah salah satu cara terbaik untuk membangun rasa percaya dirinya. Dengan melakukannya, maka anak anda bisa belajar skill-skill yang berguna, sambil mengembangkan keyakinannya terhadap kemampuan dan skill yang dimilikinya.
·         Dorong Anak Anda untuk Mencoba Hal-hal Baru
Meski terkadang untuk mencoba hal-hal baru itu bisa membuat mereka stress, tapi itu bisa menjadi cara yang bagus untuk membuat mereka bisa belajar mengenai berapa banyak yang akan mereka capai saat mereka mau mencoba sesuatu yang baru. Mencoba olah raga yang baru, bergabung dalam sebuah kelompok, atau terlibat dalam suatu hobby atau aktivitas, bisa menjadi cara yang bagus untuk menumbuhkan keyakinan dan rasa percaya dirinya. Anak anda mungkin akan menemukan hasratnya yang lain, atau bahkan mempelajari skill-skill yang bisa mengarahkannya pada suatu karir di masa depan. Mencoba hal-hal baru juga bisa memberikan mereka pengalaman, mendorong mereka untuk mengembangkan kecerdasannya. Setiap kali memungkinkan, anda harus mengambil photo anak anda saat sedang melakukan aktivitas ini. Tempelkan photo-photo ini disekitar rumah, sebagai tanda bahwa anda mensupport aktivitas mereka. Bahkan nantinya, anak anda mungkin ingin menempelkan photo tersebut dikamar mereka sendiri.


·         Affirmasi harian
Affirmasi harian ini akan memicu pikiran-pikiran positif dan membantu mu untuk membangun rasa percaya diri. Ada berbagai jenis affirmasi yang berhubungan dengan berbagai aspek dari kehidupan, misalnya kesuksesan, kesehatan, hubungan, rasa percaya diri, dan lain-lain. Kamu bisa membuat affrimasi harian mu sendiri menggunakan pernyataan-pernyataan positif yang kamu susun sendiri.  Tapi ada dua hal yang harus diingat saat membuat sendiri affirmasi mu. Pertama, selalu tuliskan affirmasi dalam kalimat positif, misalnya, "Aku merasa bahagia" dan bukan "Aku tidak sedih." Kedua, tuliskan affirmasi dalam bentuk kalimat waktu sekarang (present tense), misalnya, "Aku merasa bahagia" dan bukan "Aku akan menjadi bahagia."  Affirmasi yang ditulis dengan bijaksana, bisa memberikan efek secara instant terhadap peningkatan dan pengembangan diri mu.
Berikut ini beberapa contoh affirmasi harian yang bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri, dan memberikan perubahan yang positif dalam hidup:
a)      Aku punya kemampuan untuk mengubah diri ku.
b)      Aku bahagia karena punya kesempatan untuk melakukan apa yang aku sukai.
c)      Aku memanfaatkan kemampuan terbaik ku untuk meningkatkan hidup ku.
d)     Aku menyukai apa yang aku lakukan dan mengerjakannya dengan sepenuh hati.
e)      Aku merasa yakin dan terorganisir.
f)       Aku membuka pikiran dan memanfaatkan kritik untuk mengembangkan diri ku.
g)      Aku merasa bahagia dalam setiap situasi, meski disaat-saat yang membuat stress.
h)      Aku berhak untuk sukses.
i)        Aku berhak untuk bahagia.
j)        Aku berhak untuk dicintai.
k)      Aku belajar dari kesalahan ku.
l)        Aku senang menerima tantangan dan resiko dalam hidup.
m)    Aku punya pengetahuan dan skill untuk membuat pekerjaan ku jadi lebih baik.
n)      Aku punya kekuatan untuk mengambil keputusan dan aku akan mengambil keputusan yang benar.
o)      Aku mampu untuk berpikir sendiri dan punya pilihan sendiri dalam semua aspek kehidupan ku.
p)      Aku percaya pada kebaikan dalam hidup
Menurut Law of Attraction, affirmasi akan menciptakan getaran yang positif disekitar mu dan menarik hal-hal yang kamu inginkan dalam hidup. Yang perlu kamu lakukan adalah percaya pada apa yang kamu inginkan dan mengulanginya dengan yakin, perhatian, tertarik, dan sepenuh hati.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian.
Untuk mendapatkan data yang lengkap dalam upaya membantu siswa kasus memecahkan masalahnya, penyusun mengumpulkan data dengan berbagai cara. Hal ini dimaksudkan agar data yang masuk dapat dipertanggungjawabkan keobyektifannya. Cara-cara yang dimaksud adalah dengan cara menggunakan berbagai metode. Adapun metode yang digunakan dalam hal ini adalah:
1.      Observasi
2.      Metode ini digunakan untuk mengamati keadaan, sikap, dan tingkah laku siswa.
3.      Wawancara
4.      Teknik pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung kepada siswa yang bersangkutan (bermasalah) siswa atau anak dan orang tua siswa.
5.      Angket
6.      Angket digunakan untuk mengetahui identitas siswa kasus secara lengkap dan jenis masalah yang dihadapi. Penyusun memberikan angket atau daftar isian tentang data siswa.
3.2 Pengertian Studi Kasus
Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang penting.
Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.
3.2.1 Jenis-jenis Studi Kasus
a)      Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasi tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuni perkembangan organisasinya. Studi mi sening kunang memungkinkan untuk diselenggarakan, karena sumbernya kunang mencukupi untuk dikerjakan secara minimal.
b)      Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul observasi peran-senta atau pelibatan (participant observation), sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) suatu tempat tertentu di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan sekolah.
c)      Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu onang dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas. Wawancara sejarah hiclup biasanya mengungkap konsep karier, pengabdian hidup seseorang, dan lahir hingga sekarang. masa remaja, sekolah. topik persahabatan dan topik tertentu lainnya.
d)     Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu bagaimana studi kasus organisasi dan studi kasus observasi.
e)      Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci lainnya.
f)       Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang belajar menggambar.
3.2.2 Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus
a)      Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit  sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbersumber yang tersedia;
b)      Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;
c)      Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan;
d)     Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;
e)      Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok.













BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik. Siswa  pemalu memang sulit  untuk diatasi. Walupun tidak begitu telihat, namun secara tidak langsung hal itu mengakibatkan potensi yang dimilkinya menjadi terhalang. Mengatasi  siswa atau anak pemalu tidak bisa dilakukan secara sepontan, harus dilakukan setahap demi setahap. Sebab ini berkaiatan dengan kebiasaan / kepribadian dirinya. Dan mengubah kebiasaan / kepribadian tidak bisa secara langsung. Oleh karena itu mengatasi anak yang pemalu perlu kesabaran dan keuletan. Dan untuk batas waktu tidak bisa ditentukan secara pasti, tergantung seberapa besar siswa atau anak tersebut mau berubah.

4.1.2 Saran
Hal terpenting untuk dilakuakan adalah mengubah pandangan tentang citra dirinya, pandangan yang semula negatif diubah menjadi positif. Tanamkan rasa percaya diri dan pemberian penghargaan dapat secara bertahap mengubah citra dirinya. Guru atau wali kelas besrta orang tua bahkan pihak lain yang terkait harus bekerja sama untuk memberikan bimbingan bagi siswa atau anak yang mempunyai sikap pemalu dan kurang percaya diri.








DAFTAR PUSTAKA

Jamaris Martini, 2009 Kesulitan Belajar Prespektif, Assessmen dan   Penanggulangannya. Jakarta Pusat : Yayasan Penamas Murni
Cara-menghilangkan-sifat-pemalu-minder-rendah-dirhttp://tipsoke.com/cara-menghilangkan-sifat-pemalu-minder-rendah-diri.html
Belajarpsikologi http://.com// Posted by' Haryanto, S.Pd onJune 25, 2010.diakses pada tanggal 27 November 2012
Johnpieter http://pieter83.wordpress.com/ April 21, 2007
Penyebab-kurangnya-rasa-percaya-diri.http://wownita.blogspot.com/2011/01html
Affirmasi-harian-untuk-meningkatkan.http://wownita.blogspot.com/2011/01/ htm
Apa-penyebab-anak-jadi-pemalu http://armylookfashion.com/2011/07/27/.html/
Mengatasi-anak-pemalu http://aridlowi.blogspot.com/2009/05/.html.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar